Selasa, 02 April 2019

AYAH TERLIBAT KELUARGA HEBAT


SINOPSIS

Keluarga sebagai peletak dasar pendidikan anak memberikan peranan penting terhadap tumbuh kembang anak serta memberikan pengaruh kuat terhadap kelangsungan pendidikan anak di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Keluarga sebagai pendidikan pertama anak merupakan awal penguatan pendidikan karakter anak dibangun. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2017 tentang pelibatan keluarga dan satuan pendidikan memberikan rambu – rambu bahwa keluarga dan sekolah harus ada koordinasi yang baik. Maka dari itu diharapkan dengan adanya koordinasi yang baik antara keluarga dan sekolah dalam memberikan pola asuh yang sinergis akan menghasilkan generasi emas yang sesuai dengan harapan bangsa.
Peran ayah dalam keluarga, khususnya dalam hal pengasuhan anak pada era saat ini menjadi sangat penting guna mendukung sang ibu. Peran ayah di dalam keluarga adalah selain sebagai pencari nafkah, ayah juga berperan sebagai agen sosialisasi bagi anak – anaknya. Pentingnya peran ayah dalan proses tumbuh kembang anak juga direkomendasikan UNICEF. Lembaga yang bernaung PBB itu secara intensif mengampanyekan pentingnya peran ayah dalam pemberian gizi seimbang dan perlindungan yang baik pada anak dengan tagline “Gizi, Stimulasi, Sayangi”. UNITED Nations Children's Fund (UNICEF) menyatakan figur ayah sangat berperan penting bagi pengasuhan dan pendidikan anak. Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sukiman menyatakan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Sebelumnya, peran ayah dalam keluarga hanya sebagai pencari nafkah dan pelindung keluarga. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan sering hanya dianggap sebatas pendukung ibu, padahal peran ayah dalam melakukan pengasuhan juga sama pentingnya dengan ibu. Dukungan ayah sangat penting dalam membentuk karakter psikologi dan prestasi anak di sekolah.Peran ayah tidak bisa sepenuhnya digantikan ibu. Ayah harus hadir dalam pembimbingan dan pendidikan anak.


JUDUL BUKU           : AYAH TERLIBAT KELUARGA HEBAT
PENULIS                 : ANIK TWININGSIH, M.Pd, FEPI TRIMINUR H, SH
EDITOR                  : AGUS DWIANTO, M.Pd
PENERBIT               : CV. BETA AKSARA PUBLISHING
ISBN                      : 978-623-7015-75-8
TAHUN TERBIT        : 2019

BAGI BAPAK / IBU YANG BERMINAT, ALAMAT PEMESANAN 
CONTACT : WA 081 327 160 922



Selasa, 04 Desember 2018

Keutamaan Masa 1000 Hari Pertama Kehidupan

Gambar 1
Keluarga adalah pendidikan pertama dan utama bagi tumbuh kembang anak

Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK) merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, yaitu pada saat janin sampai usia 2 tahun. Pada masa inilah proses, tumbuh kembang seorang anak dimulai. Orang tua memiliki peran penting untuk memberikan perawatan dan pengasuhan yang berkualitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Bila dalam 1000 HPK kebutuhan gizi dan stimulasi anak tidak terpenuhi, salah satunya mengakibatkan pertumbuhan terhambat dan dapat menyebabkan terjadinya stunting atau kerdil. Stunting atau kerdil yaitu gagal tumbuh sebagai akibat kekurangan gizi akut. Anak yang mengalami stunting tingkat kekebalan tubuhnya terhadap penyakit rendah akibatnya rentan terhadap penyakit degenerative dalam usia dini, resiko memiliki kecerdasan rendah, serta produktivitas menurun.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, sebanyak 37% atau hampir 9 juta anak balita di Indonesia mengalami stunting. Indonesia adalah negara prevalensi stunting kelima terbesar di dunia. Informasi ini sungguh memprihatinkan mengingat Indonesia akan mendapatkan bonus demografi tahun 2045. Jika kondisi anak balita mengalami stunting terus bertambah, bonus yang akan didapat bukan generasi emas yang mampu menyangga ekonomi Indonesia ke depan, tetapi menurunkan tingkat produktivitas. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah membuat progress aksi lintas kementerian atau lembaga negara terkait yang dikoordinasi oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), langsung di bawah koordinasi Sekretariat Wakil Presiden.
Pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga berupaya meningkatkan kompetensi keluarga, utamanya orang tua melalui ranah pendidikan. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kompetensi keluarga dalam jalur pendidikan adalah melalui pemberian informasi pendidikan mengenai pentingnya pengasuhan anak sejak lahir sampai dengan usia dua tahun. Untuk itu Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga menyelenggarakan Bimbingan Teknis bagi orang tua tentang pengasuhan anak dalam 1000 HPK. Peserta Bimtek terdiri dari berbagai stake holder yaitu PKK, HIMPAUDI, dan dinas pendidikan setempat. Dengan adanya Bimtek tentang pengasuhan anak dalam 1000 HPK, diharapkan mampu melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekitarnya tentang stunting dan pentingnya pendidikan keluarga di 1000 Hari Pertama Kehidupan.
Pemberdayaan keluarga terhadap pengasuhan keluarga yang benar dalam 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) diharapkan dapat meningkatkan kemampuan keluarga terhadap sadar gizi dengan menerapkan prinsip gizi seimbang dan memberikan stimulai yang tepat baik saat kehamilan sampai anak berusia 2 (dua) tahun. Pengasuhan yang benar bisa membentuk kualitas seorang anak yang dapat dinilai dari proses tumbuh kembangnya. Proses tumbuh kembang adalah proses yang sangat penting yang merupakan hasil interaksi antara faktor genetik (bawaan) dan faktor lingkungan (hasil pengasuhan). Oleh karena itu, dalam Gerakan 1000 HPK, pengasuhan sebagai faktor “nurture” (pemeliharaan, pengasuhan) menjadi sangat penting untuk menstimulasi dan mengintervensi faktor “nature” terlebih lagi yang beresiko, karena pengasuhan tersebut meningkatkan ketahanan tubuh yang dapat meminimalisir kerentanan akibat faktor bawaan.
Peranan keluarga sebagai wahana utama dalam memberikan pengasuhan kepada anak, berperan penting untuk membangun karakter bangsa yang mulia. Keluarga dituntut mampu menciptakan lingkungan belajar yang positif. Bermula dari keluarga, anak akan membentuk karakternya. Keluarga utamanya memainkan posisi penting di dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila dan 8 fungsi keluarga, mulai dari fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, serta fungsi pembinaan lingkungan. Selain itu, keluarga juga merupakan suatu sistem pengasuhan dan pembelajaran manusia (humanizing) dengan memanfaatkan sumber daya dari lingkungannya yang kemudian diubah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga guna kehidupan yang lebih baik bagi seluruh anggota keluarga.Namun keluarga Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan antara lain pernikahan yang tidak disiapkan dengan matang, meningkatnya pernikahan diusia anak; kompetensi untuk menjadi orang tua yang masih sangat terbatas, pendidikan masyarakat yang rendah, keterbatasan kondisi ekonomi, serta angka perceraian yang terus meningkat yang pada akhirnya memperbesar resiko orang tua dalam melakukan praktek pengasuhan yang baik. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan orang tua yang masih terbatas untuk melakukan pengasuhan yang baik juga akan memperbesar resiko gangguan pada tumbuh kembang anak.
Perkembangan karakter anak dipengaruhi oleh perlakuan keluarga terhadapnya. Karakter seorang terbentuk sejak dini, dalam hal ini peran keluarga tentu sangat berpengaruh. “keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat. Bagi setiap orang keluarga (suami, istri, dan anak-anak) mempunyai proses sosialisasinya untuk dapat memahami, menghayati budaya yang berlaku dalam masyarakatnya”. Pendidikan dalam keluarga sangat penting dan merupakan pilar pokok pembangunan karakter seorang anak. Pendidikan wajib dimiliki tidak hanya oleh masyarakat kota, tetapi juga masyarakat pedesaan. Seorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih dihormati karena dianggap berada distrata sosial yang tinggi. Kualitas seseorang dilihat dari bagaimana dia dapat menempatkan dirinya dalam berbagai situasi.
Sebagai lembaga sosial terkecil, keluarga merupakan miniatur masyarakat yang kompleks, karena dimulai dari keluarga seorang anak mengalami proses sosialisasi. Dalam keluarga seorang anak belajar bersosialisasi, memahami menghayati dan merasakan segala aspek kehidupan yang tercermin dalam kebudayaan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai kerangka seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan moral dalam keluarga mulai luntur. Arus globalisasi menyerang di segala aspek kehidupan bermasyarakat, tidak hanya masyarakat kota tetapi juga masyarakat pedesaan. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa peran keluarga sangat besar sebagai penentu terbentuknya moral manusia-manusia yang dilahirkan.
Pada masa sekarang ini, pengaruh keluarga mulai melemah karena terjadi perubahan sosial, politik, dan budaya. Keadaan ini memiliki andil yang besar terhadap terbebasnya anak dari kekuasaan orang tua. Keluarga telah kehilangan fungsinya dalam pendidikan. Tidak seperti fungsi keluarga pada masa lalu yang merupakan kesatuan produktif sekaligus konsumtif. Ketika kebijakan ekonomi pada zaman modern sekarang ini mendasarkan pada aturan pembagian kerja yang terspesialisasi secara lebih ketat, maka sebagian tanggung jawab keluarga beralih kepada orang-orang yang menggeluti profesi tersebut. Uraian tersebut cukup menjelaskan apa arti keluarga yang sesungguhnya. Keluarga bukan hanya wadah untuk tempat berkumpulnya ayah, ibu dan anak. Lebih dari itu, keluarga merupakan wahana awal pembentukan moral serta karakter manusia. Berhasil atau tidaknya seoarang anak dalam menjalani hidup bergantung pada berhasil atau tidaknya peran keluarga dalam menanamkan ajaran moral kehidupan. Keluarga lebih dari sekedar pelestarian tradisi, keluarga bukan hanya menyangkut hubungan orang tua dengan anak, keluarga merupakan wadah mencurahkan segala inspirasi. Keluarga menjadi tempat pencurahan segala keluh kesah. Keluarga merupakan suatu jalinan cinta kasih yang tidak akan terputus.
Penanaman moral pada diri seorang anak berawal dari lingkungan keluarga. Pengaruh keluarga dalam penempaan karakter anak sangatlah besar. Dalam sebuah keluarga, seorang anak diasuh, diajarkan berbagai macam hal, diberi pendidikan mengenai budi pekerti serta budaya. Setiap orang tua yang memiliki anak tentunya ingin anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia cerdas yang memiliki budi pekerti baik agar dapat menjaga nama baik keluarga. Keluarga memberikan pengaruh pada pembentukan budi luhur bagi seorang anak. Salah satu ciri anak yang berbudi luhur adalah selalu menunjukkan sikap sopan dan hormatnya pada orang tua. Budi luhur yang melekat pada setiap orang bukan datang dengan sendirinya, melainkan harus diciptakan. Terutama dalam keluarga dan bukan merupakan keturunan. Dengan kata lain, budi luhur tidak merupakan keturunan melainkan merupakan produk pendidikan dalam keluarga, merupakan perpaduan antara akal, kehendak dan karsa.
Keluarga memiliki peranan utama dalam mengasuh anak, di segala norma dan etika yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan dari orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Keluarga memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia pendidikan moral dalam keluarga perlu ditanamkan  sejak dini pada setiap individu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting serta sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan intelektualitas generasi muda sebagai penerus bangsa. Keluarga kembali mengambil peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berbagai aspek pembangunan pembangunan suatu bangsa, tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang saling mendukung, salah satunya sumber daya manusia.
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat memerlukan adanya sumber daya manusia yang berkualitas baik. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas baik tentunya memerlukan berbagai macam cara. Salah satu diantaranya adalah melalui pendidikan. Pendidikan baik formal maupun informal. Pendidikan moral dalam keluarga salah satunya. Walaupun memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, tetapi rendah dalam hal moralitas, individu tidak akan berarti dimata siapapun. Pendidikan moral dimulai dari sebuah keluarga yang menanamkan budi pekerti luhur dalam setiap interaksinya. Sumber daya manusia berkualitas dapat dilihat dari keluarganya. Bukan hanya keluarga mampu dari segi materi, yang dapat meningkatkan kualitas individunya melalui tambahan-tambahan materi pembelajaran di luar bangku sekolah. Akan tetapi, keluarga sederhana di desa pun dapat menjamin kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya dan keluhuran budi pekerti merupakan hasil tempaan orang tua.

Rabu, 28 November 2018

Simposium Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam 2018



Pada tahun 2018, Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) telah melaksanakan kegiatan Peningkatan Kompetensi Menulis Karya Tulis Ilmiah bagi Guru IPA. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memfasilitasi PKB Guru dalam komponen publikasi ilmiah, juga untuk mendukung kebijakan Gerakan Literasi Nasional yang dicanangkan Kemdikbud.

Selain itu, pada tahun 2018, PPPPTK IPA meneruskan program unggulan Pengembangan dan Pemberdayaan KKG dan MGMP (P2KM) dengan fokus kompetensi pada peningkatan kemampuan pembelajaran berbasis inkuiri dan Science, Technology, Engineering, and Matematic (STEM). 

Dalam rangka peringatan Hari Guru Nasional tahun 2018, PPPPTK IPA menyelenggarakan Simposium Pengembangan dan pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan IPA Dalam Mewujudkan Gerakan Sadar IPA dan Teknologi melalui Pendekatan Inkuiri dan STEM. Melalui kegiatan simposium ini, PPPPTK IPA menyediakan wadah kegiatan bagi guru untuk memenuhi kebutuhan PKB-nya. Kegiatan simposium ini diadakan sebagai sarana bagi guru IPA untuk mempresentasikan penelitian atau gagasan inovatif selama mengajar, sekaligus untuk memenuhi angka kreditnya. Simposium ini juga merupakan sarana presentasi ilmiah bagi guru ini, pengurus MGMP, maupun guru imbas yang telah membuat laporan karya tulis ilmiah. Melalui simposium ini dapat tersampaikan berbagai praktik baik (best practice) dan laporan ilmiah pelaksanaan implementasi pembelajaran berbasis inkuiri dan pendekatan STEM. Selain itu, malalui simposium ini akan terjadi pertukaran informasi tentang pembelajaran di antara guru, sehingga dapat menjadikan sumber inspirasi bagi guru agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.

Sasaran Peserta : guru dan tenaga kependidikan IPA dari jenjang SD hingga SMA/ SMK  di seluruh Indonesia yang telah memiliki karya tulis ilmiah.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan : Simposium ini dilaksanakan selama 4 hari dimulai dari tanggal 26 - 29 Nopember 2018, yang bertempat di The Media Hotek and Towers, Jalan Gn. Sahari 12, Sawah Besar, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta  10720.

Pakar dan Nara Sumber : Pejabat di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dan Praktisi Pendidikan.







Rabu, 10 Oktober 2018

PENGGUNAAN BUKU SAKU ENSIKLOPEDIA BERBASIS HOTS UNTUK MENINGKATKAN BUDAYA LITERASI SAINS


Pembelajaran di kelas rendah identik dengan pembelajaran yang bersifat holistik, maka dari itu pembelajaran harus disajikan menarik motivasi peserta didik dalam belajar. Pembelajaran yang menarik harus disajikan menantang, terutama dalam meningkatkan kemampuan keterampilan berpikir HOTS (Higher Order Thinking Skills)  seperti yang menjadi program pengembangan kurkulum 2013 pada abad 21 saat ini. Pembelajaran berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) memberikan pengalaman belajar bernilai lebih karena membangun pola pikir peserta didik lebih kritis dan kreatif serta terampil menganalis setiap permasalahan dalam pembelajaran.
Pengembangan inovasi pembelajaran dengan memberdayakan buku SAKU ensiklopedia berbasis HOTS pada pembelajaran tematik kelas I selain bertujuan meningkatkan hasil belajar peserta didik, di lain sisi juga untuk meningkatkan budaya literasi sains pada peserta didik. Pengembangan inovasi pembelajaran dengan memberdayakan buku SAKU ensiklopedia berbasis HOTS hasil kreativitas guru ini, diharapkan lebih mendorong motivasi belajar peserta didik karena disajikan dalam sebuah buku saku sederhana yang didalamnya menyajikan substansi materi sains yang disesuaikan dengan kompetensi dasar yang menjadi tujuan pembelajaran disetiap tema.
Sumber belajar karya inovasi pembelajaran ini berupa buku SAKU ensiklopedia berbasis HOTS. Kata SAKU merupakan akronim dari Siswa Aktif Kreatif Unggul. Siswa merujuk pada peserta didik. Aktif disini merujuk pada sintaks pembelajaran berpikir tingkat tinggi atau HOTS yaitu mampu menyatakan kembali (restate).  Kreatif merujuk pada sintak HOTS yaitu peserta didik mampu melakukan pengolahan (recite). Unggul berorientasi pada peserta didik mampu berkreasi.
Karya Inovasi ini merupakan hasil penelitian pengembangan (research and development) yaitu pengembangan Buku Saku Ensiklopedia Berbasis HOTS Pada Pembelajaran Tematik Kelas I Untuk Meningkatkan Budaya Literasi Sains . Desain laporan penulisan ini menggunakan 10 langkah umum. Tahapan pengembangan yang dikemukakan Borg dan Gall (2003:772) terdiri dari dua tujuan utama yaitu mengembangkan produk dan menguji keefektifan produk. Pembelajaran ini berupa buku SAKU ensiklopedia berbasis HOTS pada pembelajaran tematik kelas I yang merupakan hasil rancangan guru kelas, sehingga peserta didik tidak perlu membelinya, cukup diberikan oleh guru kelas. Rancangan karya inovasi pembelajaran ini melalui tahapan  : (1)Guru menentukan tema serta kompetensi dasar yang akan dikembangkan, (2) Guru menyesuaikan substansi buku saku ensiklopedia dengan substansi materi tematik. 
Aplikasi penggunaan buku SAKU ensiklopedia sains berbasis HOTS (higher order thinking skills)  dalam meningkatkan budaya literasi sains dalam pembelajaran tematik dilakukan guru dengan mengaitkan substansi buku SAKU ensiklopedia sains dengan pembelajaran tematik dikelas. 

DAFTAR PUSTAKA


Andi Iksan, Sulaiman, Ruslan (2017). Pemanfaatan Lingkungan Sekolah Sebagai Sumber Belajar Di SD Negeri 2 Teunom Jaya. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sekolah Dasar FKIP Unsyiah Volume 2 Nomor I, 1-11 Januari 2017
Anggi Lestari, Asep Saepulrohman, Ghullam Hamdu (2017). Pengembangan Soal Tes Berbasis HOTS Pada Model Pembelajaran Latihan Penelitian Di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan, Volume 22, No. 1, Tahun 2017, hlm 9 – 17
Borg & Gall,2003. Education Research  New York : Allyn and Bacon.
Handayani Monica Putri (2016). Pengembangan Buku Lift The Ensiklopedia Anak Tentang 16 Pakaian Adat Di Indonesia Bagian Tengah Dan Timur. Skripsi Program Studi PGSD Universitas Sanata Darma Yogyakarta Tahun 2016
Irwan Wijaya, Siti Zubaidah, Heru Kuswantoro (2016). Anatomi Daun Galur – Galur Harapan Kedelai (Glycine Max L. Merill) Tahan CPMMV (Cowpea Mild Mottle Virus) Sebagai Sumber Belajar. Jurnal Pendidikan Teori, Penelitian dan Pengembangan, Volume : 1 Nomor : 3 Bulan Maret Tahun 2016, halaman 463 - 467
Kemdikbud (2016). Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta : Kemdikbud
Maharani Yuniar, Cece Rakhmat, Asep Saepulrohman (2015). Analisis HOTS (High Order Thinking Skills) Pada Soal Objektif Tes Dalam Mata Pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Kelas V SD Negeri 7 Ciamis. Jurnal Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia, Tahun 2016, halaman 187 - 195
Monalisa Gherardini (2016). Pengaruh Metode Pembelajaran Dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Kemampuan Literasi Sains. Jurnal Pendidikan Dasar, Jurnal Pendidikan Dasar, Tahun 2016, Volume 7 Edisi 2 Desember 2016
Poerwanti Hadi Pratiwi, Nur Hidayah, Aris Martiana (2017). Pengembangan Modul Mata Kuliah Penilaian Pembelajaran Sosiologi Berorientasi HOTS. Cakrawala Pendidikan, Juni 2017, Th. XXXVI, No.2
Rahayu Herawati, Rustono W.S, Ghillam Hamdu (2014). Pengembangan Asesmen HOTS Pada pembelajaran Berbasis Masalah Tema Bermain Dengan Benda – Benda Di Sekitar. Jurnal Ilmu Pendidikan,Tahun 2014, hlm 151 – 159
Riska Gantari (2016). Pembelajaran Membaca Dengan Pendekatan Proses Untuk Meningkatkan Budaya Literasi Siswa Di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Guru “COPE’, Tahun 2016, No. 02/Tahun XX/Nopember 2016
Suherli Kusmana (2017). Pengembangan Literasi Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar Dan Menengah. Diagnosis-Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia, Vol.1, No.1, Februari 2017
Sullivan, G. M., & Feinn, R. (2012). Using Effect Size—or Why the P Value Is Not Enough. Journal of Graduate Medical Education, 4(3), 279–282. http://doi.org/10.4300/JGME-D-12-00156.1
Supriadi (2015). Pemanfaatan Sumber Belajar Dalam Proses Pembelajaran. Lantanida Jurnal, Vol.3 No.2, 2015
Tri Yuni Hendrowati (2015). Pembentukan Pegetahuan Lingkaran Melalui Pembelajaran Asimilasi Dan Akomodasi Teori Konstruktivisme Piaget. Jurnal e-Dumath Volume 1  No. 1, Januari 2015 Hlm. 1- 16
Ucu Cahyana, Abdul Kadir, Monalisa Gherardini (2017). Relasi kemampuan Berpikir Kritis Dalam Kemampuan Literasi Sains Pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 2017, Nomor 1, Mei 2017, hlm 14 – 22




Hubungan Budaya Literasi , Berpikir Kritis, Dan HOTS


Kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang bersifat dinamis, merupakan kurikulum yang senantiasa mengalami perubahan sesuai tuntutan paradigma pendidikan masa kini. Perubahan kurikulum 2013 yang senantiasa mengalami beberapa revisi dari waktu ke waktu bukanlah sebuah ketidakpastian dari program pemerintah di bidang pendidikan, namun perubahan kurikulum 2013 yang mengalami revisi dari waktu ke waktu merupakan sebuah penyempurnaan dari implementasi kurikulum 2013. Revisi kurikulum 2013 memberikan progress yang positif merupakan bukti bahwa kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menjawab kebutuhan peserta didik masa sekarang dan disesuaikan dengan paradigma pendidikan masa kini.
Program yang menjadi aspek penyempurnaan kurikulum 2013 saat ini adalah program penguatan pendidikan karakter, penguatan literasi dan pembelajaran abad 21.  Penguatan pendidikan karakter telah tertuang pada Peraturan Presiden No. 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Penguatan lierasi melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Budaya literasi sebagai salah satu poros tujuan pengembangan kurikulum 2013 dalam implementasinya dapat diintegrasikan melalui kegiatan pembelajaran guru di dalam kelas. Oleh sebab itu pengembangan budaya literasi dapat diimplementasikan melalui keterampilan berpikir kritis peserta didik. Keterampilan berpikir kritis peserta didik dapat dibangun melalui pembelajaran  yang bersifat kondusif yang tentunya menuntut peran aktif peserta didik. Pembelajaran berbasis HOTS(Higher Order Thinking Skills) merupakan pembelajaran yang saat ini menjadi aspek pengembangan pembelajaran kurikulum 2013, karena dalam pembelajaran HOTS (Higher Order Thinking Skills) peserta didik akan diarahkan pada keterampilan berpikir dengan jenjang melalui proses kognitif ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreasi.
Alur pelaksanaan kegiatan membangun budaya literasi melalui keterampilan berpikir kritis siswa berbasis  HOT (Higher Order Thinking Skills) secara praktis dapat digambar melalui gambar berikut : Kegiatan literasi dikembangkan dengan meningkatkan kemampuan literasi mata pelajaran dengan menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca disemua mata pelajaran dengan tahap – tahap : pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. Tahap pembiasaan ini dapat dilakukan dengan kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Tahap pengembangan dapat dilakukan dengan menyediakan beragam pengalaman membaca, kegiatan gemar membaca dan menulis, serta membaca buku pengayaan fiksi dan nonfiksi. Tahap pembelajaran dapat dilakukan dengan melaksanakan kegiatan literasi terpadu dengan menyesuaikan tema dan mata pelajaran.
Berpikir kritis merupakan salah satu out put yang diharapkan dari kegiatan membangun budaya literasi, dengan budaya literasi diharapkan meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik sehingga membentuk karakter peserta didik yang terampil dalam memecahkan masalah serta menganalisis segala bentuk informasi yang telah didapat dari apa yang telah mereka baca atau pelajari. Pembiasaan budaya baca menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga memunculkan permasalahan yang harus dipecahkan, sehingga menuntut peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi juga, dan pada akhirnya peranan penting HOTS (Higher Order Thinking Skills)  sangat diperlukan.
Pembelajaran dengan mengintegrasikan budaya literasi melalui keterampilan berpikir kritis siswa berbasis HOTS (higher order thinking skills) dapat diimplementasikan dalam tahap – tahap pembelajaran berlangsung. Efektifnya budaya literasi melalui budaya baca dapat diimplementasikan pada tahap kegiatan inti pembelajaran. Dalam kegiatan inti pembelajaran di kelas seorang guru dapat mengintegrasikan budaya baca dengan mengaitkan tema atau pelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran saat itu berlangsung. Budaya literasi yang terintegrasi dalam kegiatan inti pembelajaran harus mengacu pada pemecahan masalah – masalah yang berhubungan dengan pokok bahasan sehingga ada keterkaitan antara pengembangan budaya literasi dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yanga akn dicapai oleh guru.
Keterpaduan dan sinkronisasi antara kegiatan pembelajaran di kelas dengan membangun budaya literasi melalui keterampilan berpikir kritis siswa akan  berdampak positif  pada Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) peserta didik yang mampu memecahkan masalah – masalah yang bersifat HOTS (higher order thinking skills) sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) penilaian yang menjadi standar pencapaian kompetensi. 
DAFTAR PUSTAKA

Anggi Lestari, Asep Saepulrohman, Ghullam Hamdu (2017). Pengembangan Soal Tes Berbasis HOTS Pada Model Pembelajaran Latihan Penelitian Di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan, Volume 22, No. 1, Tahun 2017, hlm 9 – 17
Ari Irawan & Chatarina Febriyanto (2016). Penerapan Strategi pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 22, Nomor 1, Juni 2016, hlm 9 -17
Kemdikbud (2016). Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta : Kemdikbud
Kemdikbud (2016). Panduan Bagaimana Pendidik Dapat Menulis Soal Yang Berkriteria Untuk Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta : Kemdikbud
Rahayu Herawati, Rustono W.S, Ghillam Hamdu (2014). Pengembangan Asesmen HOTS Pada pembelajaran Berbasis Masalah Tema Bermain Dengan Benda – Benda Di Sekitar. Jurnal Ilmu Pendidikan,Tahun 2014, hlm 151 – 159
Riska Gantari (2016). Pembelajaran Membaca Dengan Pendekatan Proses Untuk Meningkatkan Budaya Literasi Siswa Di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Guru “COPE’, No. 02/Tahun XX/Nopember 2016
Suherli Kusmana (2017). Pengembangan Literasi Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar Dan Menengah. Diagnosis-Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia, Vol.1, No.1, Februari 2017
Ucu Cahyana, Abdul Kadir, Monalisa Gherardini (2017). Relasi kemampuan Berpikir Kritis Dalam Kemampuan Literasi Sains Pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 14 – 22
Kemdikbud.(2015). Mendikbud Luncurkan Gerakan Literasi Sekolah
Idris Apandi. (2017). Tiga Agenda Penting Implementasi Kurikulum 2013. https://www.kompasiana.com/idrisapandi/tiga-agenda-penting-implementasi-kurikulum-2013_58c84e225597733c447dcc57# di unduh di Surakarta , 10 April 2018




Jumat, 31 Agustus 2018

KERING TEMPE TERI KACANG KLANGENAN YANG NGANGENI


Kering Tempe Teri Kacang product rumahan buatan pondok boga einstein. Kering Tempe Teri Kacang cocok untuk teman makan bersama keluarga ataupun untuk oleh - oleh orang kesayangan. Tersedia dalam 2 produk kemasan :
  • Paket 1 @25.000 berat 250 gram
  • Paket 2 @35.000 berat 400 gram
Kering Tempe Teri Kacang dapat dipesan dengan menghubungi :

WARUNG RUJAK CINGUR SURABAYA/ PONDOK BOGA EINSTEIN
JALAN TANGKUBAN PERAHU NO.1B DESA BANARAN, KECAMATAN GROGOL, KABUPATEN SUKOHARJO
TELP/ WA : 081 327 160 922 / 085 63099593
CEK GOOGLE MAP : WARUNG RUJAK CINGUR SURABAYA PONDOK BOGA EINSTEIN



By : bu anik (anik.twin@gmail.com)