Pendidikan Anti Hoax Melalui
Budaya Literasi Berbasis Penguatan Pendidikan Karakter
Kehidupan masyarakat yang damai
dan tentram adalah tujuan setiap orang. Kehidupan masyarakat yang damai dan
tentram akan tercipta apabila kondisi di setiap aspek di dalam masyarakat itu
dalam kondisi yang kondusif. Kondisi yang kondusif maksudnya, dimana
kondisi masyarakat bebas dari ancaman, bebas dari rasa takut, tidak terjadi
konflik, suasana masyarakat tertib dan aman. Kondisi masyarakat yang kondusif
sewaktu – waktu dapat terganggu apabila salah satu komponen masyarakat membuat
kekacauan. Berita bohong yang tidak jelas sumbernya adalah salah satu faktor
yang dapat merusak integritas kenyamanan kehidupan di dalam lingkungan
masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang beranekaragam sasaran empuk bagi
penyebar berita bohong. Oleh karena itu perlu adanya “Pendidikan Anti Hoax”.
Pendidikan Anti Hoax dapat diberikan tidak hanya melalui pendidikan formal
semata, namun dapat diimplementasikan melalui pendidikan informal maupun
pendidikan nonformal. Keluarga sebagai pendidikan pertama sekaligus sebagai
pendidikan informal bagi peserta didik sangat berperan penting dalam pendidikan
anti hoax. Sebagia salah satu pilar pendidikan, keluarga beserta pola didiknya
sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan peserta didik. Sekolah sebagai
pendidikan formal berperan dalam memantapkan pendidikan yang telah diberikan
keluarga dengan didasari ilmu pengetahuan. Melalui Gerakan Literasi Sekolah
(GLS) diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan sehingga mampu mencetak para penerus bangsa yang berkarakter serta
berbudi pekerti luhur.
Hoax adalah berita bohong yang bertujuan
mendiskreditkan individu atau kelompok. Hoax dapat
meresahkan masyarakat oleh sebab itu harus diperangi karena mengganggu
ketentraman dalam hidup bermasyarakat. Dampak negatif hoax yang dianggap kebenaran oleh individu atau
kelompok tidak saja membuat retaknya hubungan individu, komunitas, bangsa, tetapi
bahkan bisa menimbulkan perang antarbangsa. Hoax dapat
menyebabkan konflik sosial dalam masyarakat yang dapat memecah belah persatuan
dan kesatuan. Hoax cenderung berisi berita
tentang ekstrimisme dan diskriminasi. Ekstrimisme meranah pada kebencian dan
diskriminasi meranah pada membahas perbedaan sehingga dapat menimbulkan konflik
SARA. Masyarakat yang mudah percaya dengan berita bohong akan mudah menyebarkan
hoax tersebut ke media sosial
sehingga hoax menjadi viral. Sebaiknya
masyarakat tidak mudah mempercayai berita bohong karena penyebar berita bohong
sama halnya dengan pembuat berita bohong tersebut, maka dari itu secara hukum
memiliki sanksi hukum yang sama. Sebelum mempercayai dan menyebarkan berita
bohong, masyarakat harus mencari kebenaran berita tersebut dan harus memikirkan
dampak dari pemberitaan tersebut. Hoax harus
ditangkal dan harus diperangi karena dapat mengancam keutuhan NKRI. Sebelum
kita mempercayai sebuah berita hoax,
kita harus tahu ciri – ciri berita yang mengarah berita bohong atau hoax. Ciri – ciri hoax : begitu disebar berita
tersebut akan menimbulkan keresahan dan kecemasan masyarakat, pemaparan hoax
cenderung bersifat persuasif mengarah kebencian, sumber kebenaran berita bohong
tidak jelas, isi berita bohong itu tidak proporsional, bersifat fanatik
berkedok ideologi.
Budaya literasi saat ini merupakan salah satu program
pemerintah di ranah pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Literasi
tidak sekedar melek baca saja namun bermakna komprehensif. Budaya baca bagi
sebagian masyarakat merupakan hal yang sudah menjadi pembiasaan, namun tidak
juga bagi kelompok masyarakat yang lain. Sebagian kecil masyarakat membaca
merupakan kebutuhan. Jenis bacaan dapat berupa media cetak maupun media elektronik.
Jenis bacaan media cetak dapat berupa koran, surat kabar, tabloid mapun
majalah. Jenis bacaan media elektronik di era digital seperti saat ini
merupakan hal yang pandang lebih praktis dalam memperoleh informasi dengan
cepat. Kehadiran e-book memudahkan kita dalam membaca
tanpa harus membawa setumpuk kertas, cukup dengan sebuah smartphone digenggaman
kita dapat mengakses e-book melalui media dalam jaringan (daring) yaitu internet. Literasi tidak
sebatas pada budaya baca namun meranah pada beberapa aspek, antara lain : Literasi Dasar, yaitu kemampuan untuk
mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi
dasar, kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan
menghitung berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan, mempersepsikan informasi, mengkomunikasikan, serta menggambarkan
informasi berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi. Literasi Perpustakaan, yaitu kemampuan
lanjutan untuk bisa mengoptimalkan literasi perpustakaan yang ada. Pada
dasarnya literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan
bacaan fiksi dan nonfiksi,memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga
memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah
tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah. Literasi Media, yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk
media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media
televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya.
Kita belum terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan
informasi tentang pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah
pengetahuan. Literasi Teknologi ,
yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti
keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam
memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi untuk mencetak,
mempresentasikan, dan mengakses internet.
Dalam usaha memerangi dan menangkal isu – isu yang mengarah ke berita hoax, diperlukan strategi berupa program
yang membangun pendidikan agar masyarakat lebih berpikir kritis dalam mencerna
informasi yang diterima salah satunya melalui pendidikan literasi. Hal ini
sangat penting agar peserta didik mampu menyaring berbagai berita hoax. Pendidikan literasi tidak serta
merta hanya mengajak peserta didik untuk membaca dan menulis mengenai bahan -bahan
yang sudah diajarkan, namun harus dikolaborasikan dengan ketrerampilan kerangka
berpikir kritis dan logis bagi peserta didik dengan kegiatan membaca, menelaah,
dan menulis. Tiga hal terkait pendidikan literasi yang harus dilakukan, Pertama, membangun budaya
pembelajaran kritis di sekolah. Peserta didik tidak boleh hanya pasif membaca
dan menulis tanpa berpikir, namun harus diimbangi dengan kegiatan diskusi,
kerja kelompok, memecahkan masalah, dan membangun sikap kritis terhadap
berbagai isu yang tengah berkembang saat ini. Kedua, kegiatan pembelajaran harus didampingi dengan guru
kreatif dan melek informasi. Penyampaian substansi materi pembelajaran yang
disajikan oleh guru harus aktif, kreatif, dan kritis. Guru harus mampu mengajak
peserta didik untuk membaca sebuah realitas, berpikir kritis, hingga
menemukan problem solving atas persoalan tersebut. Selain itu,
materi pembelajaran juga harus didesain menarik dengan mengaitkan pada isu-isu
yang tengah berkembang sekarang ini. Ketiga,
meningkatkan pengawasan orang tua terhadap anak. Terlebih lagi bagi orang tua
yang sibuk dengan rutinitas di kantor.
Keluarga merupakan pendidikan pertama dalam upaya memerangi hoax.
Karena peran keluarga sangat dominan dalam pengawasan penggunaan media sosial
oleh anak. Berawal dari keluarga, orangtua dapat mengawasi dengan ketat
berbagai informasi atau isu - isu yang menyebar di media sosial. Peran orangtua dalam
keluarga sebagai guru pertama untuk pendidikan anak harus lebih intensif.
Orangtua harus lebih protectif dalam menggunakan media sosial untuk anak – anak
sebagai media belajar di rumah. Orangtua harus meluangkan waktu untuk
mendampingi anak dalam belajar di rumah. Orangtua harus mampu menjembatani anak
dengan kebutuhannya akan dunia teknologi khususnya dalm menggunakan fasilitas
media sosial. Penggunaan media sosial sebagai fasilitas belajar di rumah tanpa
kontrol orangtua akan berubah menjadi hal yang fatal.
Sebagai pendidik, menyikapi berita bohong atau hoax diperlukan sikap berpikir kritis sehingga tidak begitu saja
kita mempercayainya, untuk itu diperlukan wawasan dan pengetahuan agar kita
tidak termakan oleh berita bohong atau hoax.
Sikap kritis yang dimaksud disini yaitu membangun kerangka berpikir kritis dan
logis bagi peserta didik dengan kegiatan membaca, menelaah, dan menulis,
praktik membaca dan menulis harus lebih menitikberatkan kepada membaca dan
menulis untuk belajar, sehingga kegiatan pembelajaran tidak monoton dan pasif
dengan membaca semata. Sebagai guru atau pendidik, beberapa hal yang dapat kita
lakukan untuk menyikapi berita bohong atau hoax
antara lain membekali dengan wawasan yang luas dengan meningkatkan minat baca
melalui budaya literasi.
Guru sebagai transfer ilmu kepada peserta didik harus kreatif, khususnya
dalam mengaplikasikan berbagai informasi yang sesuai dengan perkembangan
peserta didik. Informasi yang disampaikan harus disesuaikan dengan tingkat
kemampuan dan perkembangan peserta didik sehingga mudah dipahami dan diterima
oleh peserta didik. Dengan demikian mampu menangkal hoax yang mempengaruhi perkembangan peserta didik.
Guru sebagai fasilitator dalam belajar, harus mampu menjelaskan kepada
peserta didik terkait informasi – informasi yang bersifat fakta atau hoax. Guru sebagai orangtua kedua di
sekolah harus mampu memberikan tindakan preventif terhadap peserta didik dalam
menyikapi dampak negatif berita bohong atau hoax.
Tindakan preventif ini dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan dan
konseling melalui penguatan pendidikan karakter yaitu pengembangan pendidikan
budi pekerti. Peguatan pendidikan karakter telah disahkan oleh pemerintah
melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter. Dalam peraturan presiden ini yang dimaksud Penguatan Pendidikan Karakter yang
selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab
satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi
olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama
antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan
Nasional Revolusi Mental (GNRM). Penguatan Pendidikan
Karakter bertujuan : membangun dan membekali Peserta Didik sebagai
generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan
karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan;
mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter
sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi Peserta Didik dengan
dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal,
nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia; dan
merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga
kependidikan, Peserta Didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam
mengimplementasikan PPK.
Guru sebagai bagian dari komponen masyarakat harus mampu memberikan
figur yang bersifat membangun dalam menyikapi dampak negatif berita bohong atau
hoax. Dalam hal ini, bersikap
membangun dapat diartikan tidak memperkeruh suasana sehingga berita hoax dapat diredam dan tidak menjadi
berita yang menambah keresahan di masyarakat. Netralitas sangat dibutuhkan
dalam menyikapi hoax yang beredar di lingkungan
masyarakat. Sikap demokratis lebih tepat dalam menempatkan diri saat berita hoax menjadi berita viral. Sehingga
sangat dibutuhkan jiwa demokratis dalam meredam berita hoax yang beredar di lingkungan masyarakat.
Berita bohong atau hoax jelas – jelas virus yang dapat merugikan di berbagai
aspek kehidupan maka dari itu marilah kita lebih selektif dalam menyikapi
berita yang beredar di masyarakat khususnya yang beredar di media sosial.
Budaya literasi sangat tepat untuk menangkal berita hoax karena dengan budaya literasi kita akan lebih berwawasan luas sehingga
tidak akan mudah termakan oleh berita hoax.
Budaya literasi yang kita kembangkan akan lebih mantap jika diimbangi dengan
penguatan pendidikan karakter karena melalui penguatan pendidikan karakter
mencetak generasi yang berbudi pekerti luhur sesuai dengan ciri khas bangsa
Indonesia yaitu demokratis.